Senin, 21 Januari 2013

Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kemampuan Manajerial

KATA PENGANTAR



Puji serta syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat Rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kemampuan Manajerial”. Makalah ini juga di buat berdasarkan tugas dari mata kuliah Ilmu Budaya Dasar.

Saya mengucapkan terima kasih kepada teman serta sumber-sumber yang telah membantu saya dalam menyelesaikan makalah ini. Saya ucapkan terima kasih juga kepada Bapak dosen Ilmu Budaya Dasar, yaitu Bapak Heri Suprapto karena telah memberikan saya kesempatan untuk membuat makalah ini.
Karena keterbatasan waktu, tenaga dan kemampuan, saya menyadari makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saya mengharapkan para pembaca dapat memaklumi setiap kekurangan dalam makalah ini.
Terima kasih, dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi saya pribadi dan juga kita semua.


Jakarta,10 Januari 2013




Penulis






BAB I
LATAR BELAKANG
Peran manajer dalam organisasi sangat menentukan efektivitas organisasi. Efektif di sini artinya manajer menjalankan pekerjaan yang benar, sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. Untuk mencapai efektivitas organisasi, kegiatan/ fungsi manajer mengarah pada perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan pengendalian. Seberapa jauh organisasi mencapai tujuan tergantung pada kinerja manajernya, artinya bagaimana ia menjalankan kegiatan/ fungsinya.
Kotter dan Hesket (1997) mengatakan peranan manajer sangat penting. Mereka mengatakan bahwa ketika anggota organisasi merasa tidak perlu ada perubahan, maka seorang manajer dengan visi yang jelas dan gaya komunikasi yang baik dapat menciptakan kebutuhan akan perubahan untuk kemajuan perusahaan. Barney (dalam Javidan 1998) menyebutkan salah satu sumber daya organisasi adalah budaya dan reputasi.
Secara konseptual bagaimana budaya organisasi dapat mempengaruhi perilaku individu dalam organisasi adalah karena adanya kesamaan persepsi. Persepsi ini didasarkan pada dugaan bahwa cara beradaptasi dan menyesuaikan diri individu dengan lingkungan kerjanya kan lebih baik bila nilai-nilai yang terdapat dalam organisasi sesuai harapan setiap invidu.
Budaya organisasi mempengaruhi sejumlah keluaran seperti kinerja suatu organisasi. Kotter dan Hesket (1997) menemukan bahwa perusahaan dengan budaya yang mementingkan pelanggan, pemegang saham dan karyawan berkinerja lebih baik dibandingkan perusahaan yang tidak memiliki ciri-ciri tersebut.
Mengingat pentingnya kinerja manajerial dalam mencapai tujuan organisasi dan terbatasnya penelitian mengenai pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja manajerial, maka saya membuat makalah ini.


RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat ditentukan rumusan masalah sebagai berikut:
Bagaimana pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja manajer
Dimensi apa saja yang ada dalam budaya organisasi


TUJUAN
Untuk menambah wawasan khususnya yang berkaitan dengan budaya organisasi.
Untuk mengetahui sejauh mana peran budaya organisasi dapat meningkatkan kinerja manajer.
Untuk mengetahui bagaimana cara organisasi dalam mengelola budaya organisasi agar tujuan perusahaan tercapai.

2.
BAB II

KINERJA MANAJERIAL
Manajer bekerja melalui orang lain. Istilah “orang” di sini bukan saja bawahan dan supervisor, tetapi juga manajer lain dalam organisasi yang bersangkutan. Pengertian “orang” juga mencakup individu-individu di luar organisasi, seperti: pelanggan, pemasok, dan sebagainya. Orang-orang ini dan yang lainnya menyediakan barang dan jasa bagi organisasi atau menggunakan produk atau jasa yang di hasilkan organisasi. Dengan demikian para manajer bekerja dengan siapa saja pada setiap tingkat baik didalam maupun di luar organisasi yang dapat membantunya dalam mencapai tujuan organisasi.
Tujuan para manajer dalam setiap organisasi ialah menciptakan perilaku yang dikoordinasikan sehingga organisasi tersebut dinilai efektif oleh mereka yang mengevaluasi hasilnya. Untuk mencapai efektivitas organisasi, fungsi manajer diarahkan pada kegiatan perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian. Perencanaan memungkinkan manajer menetapkan prosedur terbaik untuk mencapai sasaran dan tujuan organisasi. Pengorganisasian merupakan kegiatan merancang dan mengembangkan organisasi agar dapat menjalankan apa yang telah direncanakan.
Seberapa jauh sebuah organisasi mencapai tujuan, tergantung pada kinerja manajer dalam organisasi tersebut, artinya bagaimana dia menjalankan kegiatan/ fungsinya. Namun untuk mencapai kinerja yang baik kemampuan seorang manajer semata-mata tidaklah cukup. Diperlukan sumber daya organisasi yang lain agar kinerja seorang manajer menjadi baik yang pada giliranya akan mempengaruhi pencapaian tujuan organisasi.
Berdasarkan uraian diatas, terlihat bahwa kinerja manajerial dipengaruhi oleh sumber daya organisasi termasuk juga pengaruh budaya organisasi.


BUDAYA ORGANISASI
Budaya (culture) telah didefinisikan dengan berbagai cara dan masih sedikit kesepakatan mengenai definisi yang tepat (Pratt dan Beaulieu, 1992). Budaya merupakan sekumpulan nilai-nilai, kepercayaan dan norma yang dirasakan bersama (Umiker, 1999). Budaya selalu merupakan suatu perwujudan bersama, karena budaya setidak-tidaknya dirasakan sebagian orang yang hidup atau tinggal pada lingkungan social yang sama, dimana budaya dipelajari, yang membedakanya dengan orang di luar lingkunganya (Hofstede, 1997).
Manifestasi budaya dibagi dalam empat kategori (Hofstede 1990;1997) yaitu, symbols, heroes, rituals, danvalue. Symbols adalah kata-kata, isyarat, gambar, atau benda yang membawa arti khusus dalam budaya. Heroes adalah orang-orang baik yang hidup atau telah meninggal, nyata atau imajiner, mempunyai karakteristik yang bernilai tinggi dalam budaya dan sekaligus diperlakukan sebagai panutan dalam berperilaku. Rituals adalah kegiatan bersama yang secara teknis berebih-lebihan namun secara sosial penting dalam budaya.Symbols, heroes dan rituals digolongkan dalam istilah practices, karena ketiganya kelihatan oleh pengamat/ pihak luar meskipun arti budayanya terletak acara anggota mempersepsikanya. Inti dari budaya dibentuk oleh values. Values adalah perasaan yang memiliki sisi positif dan negatif, yang terdiri dari baik dan jahat, cantik dan buruk, normal dan abnormal, paradox dan logis rasional dan irasional (perasaan-perasaan dibawah sadar dan jarang didiskusikan), mereka tidak dapat diamati namun diwujudkan dalam sikap perilaku.


DEFINISI BUDAYA ORGANISASI
Budaya organisasi adalah nilai-nilai yang dirasakan bersama oleh anggota organisasi (sub unit organisasi) yang diwujudkan dalam bentuk sikap perilaku dalam organisasi (Pratt dan Beaulieu, 1992. Schein (1992) mendefinisikan budaya organisasi sebagai pola asumsi dasar (digali, ditemukan atau dibangun suatu kelompok sebagai pembelajaran untuk menanggulangi masalah-masalah yang berkaitan dengan adaptasi). Eksternal dan Integrasi internal yang telah bekerja dengan baik untuk dianggap bernilai, oleh karena itu diajarkan kepada anggota baru sebagai cara yag benar untuk mempersepsikan, memikirkan dan merasakanya dalam hubunganya dengan masalah tersebut.
Selain itu Kotter dan Hesket (1997) mengatakan bahwa budaya organisasi mempunyai dua tingkatan yang berbeda dilihat dari sisi kejelasan dan ketahanan mereka terhadap perubahan. Pada tingkatan yang lebih dan kurang dalam terlihat, budaya merujuk pada nilai-nilai yang dianut bersama oleh orang dalam kelompok-kelompok dan cenderung bertahan sepanjang waktu meskipun anggota kelompok telah berubah. Pada tingkatan yang lebih terliha, budaya menggambarkan pola atau gaya perilaku suatu organisasi sehingga karyawan baru secara otomatis terdorong untuk mengikuti perilaku sejawatnya (norma perilaku kelompok).
Melalui uraian di atas, terlihat walaupun terdapat berbagai definisi budaya organisasi namun terlihat terdapat pengakuan akan pentingnya norma bersama dan nilai-nilai yang membimbing perilaku anggota organisasi.
Budaya organisasi memiliki beberapa karekteristik (Luthan, 1998) seperti dibawah ini:
a. Observed behavioral regulities, ketika anggota organisasi berinteraksi dengan yang lainnya, mereka menggunakan bahasa yang umum, terminology dan ritual yang berhubungan dengan rasa hormat dan cara bertindak.
b. Norms, pedoman perilaku termasuk petunjuk bagaimana pekerjaan dilakukan.
c. Dominant values, terdapat nilai-nilai utama yang dianjurkan organisasi dan diharapkan dirasakan bersama para anggota. Misalnya kualitas produk, tingkat kehadiran (low absenteeism)dan efisiensi.
d. Phisolopy, terdapat kebijakan yang mengatur keyakinan organisasi tentang bagaimana pegawai atau pelanggan diperlakukan.
e. Rules, terdapat petunjuk ketat/teliti yang berhubungan dengan kelangsungan keanggotaan organisasi.
f. Organizational climate, ini merupakan keseluruhan perasaan yang dibawa dengan kesiapan jasmani, cara anggota organisasi berinteraksi dan berperilaku diantara mereka dan dengan pelanggan atau pihak luar lainnya.
DIMENSI BUDAYA ORGANISASI
Budaya organisasi meresap dalam kehidupan organisasi dan selanjutnya mempengaruhi setiap aspek kehidupan organisasi (Saffold, 1988). Oleh karena itu, budaya organisasi berpengaruh sangat besar pada aspek-aspek fundamental dari kinerja organisasi (Gardner, 1999). Jika budaya organisasi merupakan aspek penting dalam meningkatkan kinerja maka budaya organisasi harus dikelola dengan baik. Untuk dapat mengelola dengan baik diperlukan pengertian yang jelas dan perhatian terhadap budaya organisasi.
Menurut Denison (2000) untuk menggunakan budaya organisasi sebagai kunci pengungkit perubahan organisasi dalam meningkatkan kinerja terdapat tiga pendekatan: Pertama membuat manajer sadar akan bukti-bukti yang menghubungkan budaya dan kinerja; Kedua membantu mereka mengerti pengaruh yang kuat, baik positif maupun negatife dari budaya; dan Ketiga, mendiskusikan budaya menggunakan bahasa yang dapat dimengerti manajer dan cepat dihubungkan dengan perilaku mereka sendiri.
Denison (1990;2000) mengembangkan model budaya organisasi yang berakar pada penelitian tentang bagaimana budaya mempengaruhi kinerja organisasi, dan di fokuskan pada sifat-sifat budaya yang mempunyai pengaruh kunci pada kinerja bisnis. Model budaya organisasi tersebut didasarkan pada empat sifat budaya yaitu: involvement (keterlibatan),consistency (konsistensi), adaptability (adaptabilitas), danmission (misi). Keempat dimensi budaya organisasi ini telah terbukti mempengaruhi kinerja organisasi sehingga diduga mempengaruhi kinerja manajerial juga.
Pemilihan modal budaya Denison dalam penelitian karena dirasa lebih sesuai dengan kebutuhan praktis. Menurut Denison (1990) model budaya organisasi dengan keempat dimensinya mencerminkan pandangan akademik dan konsultan dan biasanya melibatkan kolaborasi yang erat dengan manajer dan organisasinya.
Berikut ini diuraikan empat dimensi budaya organisasi menurut Denison:


Keterlibatan. Organisasi yang efektif memberdayakan orang-orangnya, membangun organisasi dalam tim, dan mengembangkan kemampuan SDM pada semua level. Anggota-anggota organisasi mempunyai komitmen terhadap pekerjaannya dan merasa mempunyai sedikit andil dalam organisasi. Orang-orang pada semua tingkatan merasa bahwa mereka sedikitnya mempunyai input terhadap keputusan-keputusan yang berakibat pada pekerjaanya dan merasa pekerjaanya berhubungan langsung dengan tujuan organisasi. Indicator keterlibatan adalah pemberdayaan, orientasi tim, dan pengembangan kemampuan.
Keterlibatan dalam hubungan antara budaya dan efektivitas bukanlah hal baru karena telah banyak literatur perilaku organisasi yang membahasnya. Gagasan pokoknya adalah efektivitas organisasi merupakan fungsi dari tingkat keterlibatan dan partisipasi para anggota organisasi. Konsep ini mengemukakan bahwa tingkat keterlibatan dan partisipasi yang tinggi menciptakan kesadaran akan kepemilikan (sense of ownership) dan tanggung jawab. Dari kesadaran ini timbul komitmen yang lebih besar pada organisasi dan kebutuhan yang lebih sedikit akan sistem kontrol yang ketat.
Dimensi keterlibatan yang membuat nilai-nilai orientasi tim, meningkatkan pemberdayaan anggota dan pengembangan kemampuan telah terbukti berpengaruh terhadap kinerja organisasi secara keseluruhan termasuk juga kinerja para manajer tentunya. Budaya organisasi yang membuat dimensi keterlibatan memampukan manajer melaksanakan tugasnya dengan baik.
Hipotesis: Terdapat pengaruhpositif yang signifikan antara dimensi keterlibatan dalam budaya organisasi terhadap kinerja manajerial.
Konsistensi. Penelitian menunjukan efektivitas organisasi terjadi karena organisasi tersebut konsistensi dan terintegrasi secara baik. Sikap perilaku seseorang berakar pada sekumpulan nilai-nilai inti bersama, para pemimpin, dan anggota dilatih pada pencapaian kesepakatan (walaupun mereka mempunyai perbedaan sudut pandang). Organisasi dengan sifat-sifat seperti ini mempunyai budaya yang khusus dan kuat yang secara signifikan mempengaruhi sikap perilaku anggota pada kemampuan mereka dalam mencapai kesepakatan dan melakukan tindakan-tindakan terkoordinasi.
Indikator konsistensi adalah nilai-nilai inti, kesepakatan, koordinasi, dan integrasi. Dalam konteks organisasi koordinasi dan integrasi antar unit / divisi sering merupakan hal yang sulit untuk dilaksanakan. Masing-masing unit sering merasa tidak peduli dengan yang lain dalam arti lebih mementingkan kebutuhan unitnya masing-masing tanpa memperhatikan kepentingan organisasi secara keseluruhan.
Hipotesis: Terdapat pengaruh postif yang signifikan antara dimensi konsistensi dalam budaya organisasi terhadap kinerja manajerial.
Adaptabilitas. Organisasi yang telah terinterasi dengan baik sering sangat sulit untuk dirubah. Integrasi kedalam dan adaptasi keluar dapat menjadi rintangan. Organisasi yang dapat beradaptasi digerakkan oleh pelangganya, mengambil resiko dan belajar dari kesalahanya, dan mempunyai kemampuan serta pengalaman untuk menciptakan perubahan. Mereka terus-menerus meningkatkan kemampuan organisasi untuk memberikan nilai yang berharga bagi pelangganya. Organisasi yang memiliki ciri tersebut dikatakan sebagai organisasi yang memiliki adaptabilitas karena indikator adaptabilitas adalah kemampuan menciptakan perubahan, fokus pada pelanggan, kemampuan organisasi untuk belajar.
Budaya yang dapat membantu organisasi mengantisipasi dan beradaptasi dengan perubahan lingkungan, akan diasosiasikan dengan kinerja yang superior dalam periode waktu yang panjang. Budaya yang demikian disebut budaya adatif yang membantu perusahaan beradaptasi terhadap lingkungan yang berubah dengan memungkinkanya mengidentifikasi dan mengeksploitasi peluang-peluang baru. Para anggota percaya bahwa mereka dapat menata secara efektif masalah baru dan peluang yang mereka temui serta siap menanggung resiko.
Buday yang tidak adaptif biasanya sangat birokratis. Orang-orangnya reaktif, menolak resiko dan sangat tidak kreatif. Budaya, baik adaptif maupun tidak adaptif sangat mempengaruhi manajer dalam melaksanakan tugas-tugas manajerial. Ternyata masalah kunci organisasi terletak pada ketidakmampuan organisasi melakukan adaptasi.
Dalam budaya adaptif manajer sangat peduli pada pelanggan, pemegang saham dan karyawan. Mereka sangat menghormati orang dan proses yang dapat menciptakan perubahan yang bermanfaat bahkan memprakarsai perubahan bila dibutuhkan walaupun menuntut pengambilan resiko.
Hipotesis: terdapat pengaruh positif yang signifikan antara dimensi adaptabilitas dalam budaya organisasi terhadap kinerja manajerial.
Misi. Mungkin sifat budaya yang paling penting adalah misi. Organisasi yang berhasil mempunyai arah dan tujuan yang jelas didefinisikan dalam tujuan organisasi dan sasaran strategis dan tercermin dalam visi tentang akan bagaimana organisasi dimasa depan. Jika visi menggambarkan aspirasi organisasi dan akan menjadi seperti apa, maka misi menggambarkan organisasi dalam melakukan usaha, melayani pelanggan dan keahlian yang perlu dikembangkan untuk mencapai visi organisasi. Indikator misi adalah arah dan intensi strategis, tujuan dan sasaran, visi.
Perusahaan yang dapat hidup dan berkembang adalah perusahaan yang memiliki misi yang memuat hubungan yang seimbang antara para stakeholder dari perusahaan: (1) Investor dan stockholder (2) pemasok/supplier (3) manajer dan pegawai (4) masyarakat dan pemerintah (5) pelanggan.
Adanya tujuan dan sasaran organisasi yang berasal dari misi memberi arah pada manajer dalam membuat strategi yang tepat untuk mencapainya. Langkah yang dilakukan seorang manajer dapat berupa mengkomunikasikan tujuan dan sasaran organisasi, menciptakan perasaan bersama akan tugas yang harus dikerjakan untuk mencapainya. Apabila komunikasi telah berhasil dengan baik, maka anggota organisasi mempunyai kejelasan arah dan tujuan. Ada bukti yang meyakinkan bahwa kesuksesan kemungkinan besar terjadi ketika indvidu mempunyai tujuan terarah.
Hipotesis: Terdapat pengaruh positif yang signifikan antara dimensi misi dalam budaya organisasi terhadap kinerja manajerial


Dimana dimensi-dimensi budaya organisasi yaitu keterlibatan, konsistensi, adaptabilitas dan misi merupakan variabel independen, sedangkan kinerja manajerial merupakan variabel independen.


BAB III
KESIMPULAN

Kemampuan manajerial sangat di pengaruhi oleh budaya organisasi. Dengan berpedoman pada budaya organisasi, para manajer akan dapat mengatur suatu organisasi dengan baik. Manajer bekerja dengan siapa saja pada setiap tingkat baik didalam maupun di luar organisasi yang dapat membantunya dalam mencapai tujuan organisasi. Tujuan para manajer dalam setiap organisasi ialah menciptakan perilaku yang dikoordinasikan sehingga organisasi tersebut dinilai efektif oleh mereka yang mengevaluasi hasilnya.

Budaya organisasi adalah nilai-nilai yang dirasakan bersama oleh anggota organisasi (sub unit organisasi) yang diwujudkan dalam bentuk sikap perilaku dalam organisasi (Pratt dan Beaulieu, 1992. Schein (1992) mendefinisikan budaya organisasi sebagai pola asumsi dasar (digali, ditemukan atau dibangun suatu kelompok sebagai pembelajaran untuk menanggulangi masalah-masalah yang berkaitan dengan adaptasi).


PENUTUP
Demikian isi dari makalah ini. saya tahu makalah ini masih jauh dari kata sempurna, karena keterbatasan pengetahuan dan kurangnya sumber. Maka saya mengharapkan pembaca dapat memaklumi kekurangan dalam makalah ini.
Saya mengaharapkan kritikan dan saran yang membangun dari para pembaca sekalian. Semoga untuk penulisan makalah selanjutnya akan lebih baik dari makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca dan saya sendiri tentunya.

Social Networking menjadi Budaya di Masyarakat


Dunia internet masa kini sudah sampai titik nadir kepopuleritasnya, semua orang dimana saja dan disaat apa pun selalu terhubung dengan handphone atau komputer tablet yang terhubung dengan koneksi internet. Pasti yang terbayang pertama kali oleh kita sekalian adalah media social networking entah itu Facebook,Koprol,Twitter,Plurk, atau media micro blogging semacamnya. Terbayang oleh kita sekaliam pasti yang pertama di jelajah oleh kita-kita adalah microblog semacam itu. Status apa yang ter update atau bahkan kita meng update status kita sendiri. Memang benar kata seorang Filsuf kuno Yunani bahwa suatu saat kita dapat menggengam dunia dari tangan kita. Tentunya melalui internet yang kita langganani itu.

Perubahan cara perilaku seperti ini memang tidak kita sadari secara langsung efek nya, tapii lambat laun akan kita sadari ada apa dibalik itu semua dan ada apa di balik semua itu . Kita sekarang masih jaya jayanya untuk ber social networking bersama relasi atau teman kita untuk selalu berhubungan setiap waktu dan saat. Apa yang akan terjadi dua tahun ke depan atau tahun-tahun kedepan kita tidak akan tahu.

Efek yang akan terasa secara dini adalah kejenuhan kita terhadap teman kita atau orang-orang dekat kita. Kita berpikir secara psikologis saja kita setiap saat selalu ber social dengan sahabat yang satu ini lalu pada suatu ketika kita bertemu (meet) pasti kita akan meras jenuh akan pertemuan itu karena apa ? singkat saja otak kita di set untuk memiliki tingkat kejenuhan terhadap sesuatu yang dilakukan secara ber ulang ulang dan ber terus-terus. Otak kita akan memberikan rangsangan yang lain kepada kita dalam menghadapi sahabat kita yang satu itu. Dan endinngya hubungan friendship kita pasti akan kendor atau renggang. Karna itu tadi kita sudah merasa jenuh setiap kesempatan kita ber social diaman pun dan disaat apapun dengan orang-orang yang itu-itu saja atau orang lain. Ingat otak kita mempunyai titik kejenuhan janganlah anda menekan otak anda sampai batas limitnya karna yang terjadi pasti rasa jenuh itu akan melanda anda terhadap orang-orang terdekat anda.

Kurang pergaulan juga masalah yang hadir akibat dari era social networking ini, kita dituntut untuk ber social melalui dunia maya dengan teman-teman kita atau orang orang terdekat kita tanpa bertemu langsung. Secara psikologis anda akan merasakan tingkat ketidak perluan untuk bertemu dengan mereka karena anda menganggap dengan media social yang ada anda bisa memuaskan hasrat untuk bertemu kangen itu. Imposible sekali kalau anda merasa puas dan bahagia, karena anda diciptakan untuk merasakan kebahagiaan dan rasa-rasa yang lain pada saaat anda bertemu langsung dengan orang yang anda ingin temui. Nah dengan adanya media social networking itulah tingkat kepuasan hilang dalam diri kita dan kita akan cenderung menutup diri dari lingkungan sekitar kita. Kita malas untuk bertemu dengan orang lain, kita malas bertemu dengan orang-orang terdekat kita.

Perubahan-perubahan seperti inilah yang akan menyebabkan kita akan menjadi kurang pergaulan. It’s ok lah kita banyak teman dalam dunia maya tetapi dalam dunia nyata kita kekurangan teman dan sahabat. Anda tinggal memilih ? anda hidup didunia nyata atau di duniamaya.

Bodoh sekali orang yang mempunyai jaringan sampai beribu ribu dengan teman-teman di dunia maya tetapi di dunia nyata mereka hampa dan tanpa sahabat dekat. Kurang pergaulan adalah bencana untuk anda-anda sekalian yang diciptakan sebagai makhluk yang bersosial. Anda dituntut untuk bersosialisasi dengan orang lain dan saling membantu sesamanya. Jagan terbalik, anda malah bangga bersosialisasi dengan orang-orang yang belum tentu anda kenal di media social networking tetapi anda nihil bersosial dengan lingkungan sekitar anda. Bohong besar sekali kalau anda disebut manusia yang bersosial.

Lebih baik anda bersocial di dunia maya secukupnya saja untuk menjalin hubungan yang lain dengan orang-orang yang mempunyai kepentingan dengan kita dan mungkin dengan beberapa kondisi kita dan mereka jarang bisa bertemu. Atau model ber social networking yang berbasis komunitas bisa sedikit mendukung kita untuk menjadi orang yang ber sosial di dunia maya dan dunia nyata. Dimana kita membuat forum khusus komunitas atau grup kita dan membahas apa-apa yang diperlukan lantas ditindak lanjuti di lapangan secara bersama-sama itu mungkin lebih baik. Jadi keberadaan social network ini hanya digunakan sebagai batu loncatan peng informasiaan saja dan penjalinan pertemanan sementara (virtual). Itu lebih baik dari pada kita mengumpulkan banyak sekali member yang memfollow kita hanya untuk keperluan yang tidak penting malah tidak baik untuk kita sendiri.
Itu sedikit dari saya semoga ada sedikit manfaat untuk masyarakat internet Indonesia yang lagi gandrung-gandungnya untuk ber social networking dan ber microblogging di dunia maya.

Terimah kasih.!!

Pergaulan Bebas di Kalangan Remaja


Apakah pergaulan bebas itu?

Pergaulan bebas sering dikonotasikan dengan sesuatu yang negatif seperti seks bebas, narkoba, kehidupan malam, dan lain-lain. Memang istilah ini diadaptasi dari budaya barat dimana orang bebas untuk melakukan hal-hal diatas tanpa takut menyalahi norma-norma yang ada dalam masyarakat. Berbeda dengan budaya timur yang menganggap semua itu adalah hal tabu sehingga sering kali kita mendengar ungkapan “jauhi pergaulan bebas”.

Siapakah korban-korban yang telah terjerumus dalam pergaulan bebas?”KALANGAN REMAJA”,banyak sekali remaja-remaja indonesia yang telah mencoreng budaya indonesia atau negara kita ini.Sehingga dapat mengakibatkan rusaknya para penerus generasi kita.

Kapan itu terjadinya? “ pada saat para anak-anak laki atau perempuan mulai mengalami perubahan bentuk badan atau bisa di bilang juga memasuki frase remaja atau pemrosesan menjadi anak remaja secara perlahan seperti bentuk lekuk badan yang berubah,seperti lelaki misalnya ketika dia sudah di sunat mengalami perubahan bentuk postur tubuhnya yang semakin membesar,dan timbulnya sebuah rangsangan ketika berhadapan dengan wanita yang sama seperti itu beranjak dewasa,dan perubahan pada wanita nampak signifikan sekali seperti buah dada yang semakin membesar,pinggul yang berbentuk semakin melekuk,dll

Dimana pergaulan bebas itu berada?
Atau dimana pergaulan bebas itu terjadi?

“Pergaulan bebas itu terjadi dimana saja ,seperti di sekolah,lingkungan rumah,teman sepermainan,teman sekolah,teman kuliah,dll. Oleh karena itu perlu diwaspadai para orang tua – orang tua yang harus sigap memberi pengawasan kepada anaknya,bukan hanya di area sekolah saja,ataupun di area kampus,tetapi kapanpun dan dimanapun,peran orangtua itu sangat penting dalam memperhatikan pergaulan anak-anaknya ketika beranjak dewasa.

Mengapa pergaulan bebas itu sangatlah penting untuk di dihindari?
“Karena bagi para anak-anak yg beranjak dewasa sangatlah rentan kepada pendiriannya,,mudah terpengaruh buruk dlm pergaulan bebas.Dan kalau tidak ada tindakan antisipasi bisa hancur penerus generasi anak muda di negeri ini untuk kedepannya.

Bagaimanakah solusinya untuk menghindari pergaulan bebas tersebut?
“cara menghindari pergaulan bebas itu tersebut di kalangan remaja adalah:
Pendidikan yang cukup,pengawasan orangtua yang tak pernah berhenti,serta jangan lupa untuk beribadah untuk mempertebal iman para anak remaja tersebut.

Budaya "NGARET" di Ibukota Jakarta

Kepadatan penduduk warga Jakarta, serta banyaknya kendaraan membuat Jakarta terkenal  dengan kemacetanya. Berbagai program sudah di lakukan demi mengurangi kemacetan, tetapi tetap saja kemacetan tidak bias teratasi samapai saat ini. Contoh dari program tersebut seperti jalur 3 in 1. Dan yang sudah berjalan beberapa tahun belakangan ini adalah mengubah jam masuk sekolah menjadi pukul 06.30 WIB. Tetapi tetap saja kemacetan belum bisa diatasi.

Kemacetan ini menyebabkan budaya baru di Jakarta, yaitu budaya “Ngaret”.  Maksud dari budaya ini adalah kebanyakan warga Jakarta tidak tepat waktu jika datang pada suatu janji. Mereka terjebak kemacetan sehingga mereka tidak dapat datang tepat waktu. Dan hal ini tidak dialami hanya pada beberapa warga masyarakat, tetapi sebagian besar warga Jakarta mengalami hal ini.


Jadi, sekarang keterlambatan ini menjadi suatu budaya baru yang terbentuk dari perilaku sehari-hari manusia. Di Jakarta untuk menentukan waktu bukan lah dengan menghitung jarak jauh dekatnya suatu tempat yang akan di kunjungi, tetapi di lihat dari kemacetan yang akan mereka alami.


Sudah seharusnya warga Jakarta dapat memperhitungkan waktu yang akan di tempuhnya dengan menghitung kemacetan yang akan mereka alami. Ini adalah satu-satunya cara untuk menghentikan budaya “Ngaret” tersebut, mengingat kemacetan Jakarta sangat sulit untuk diatasi.

Budaya Gotong Royong yang Hampir Punah di DKI Jakarta


Gotong royong merupakan suatu istilah asli Indonesia yang berarti bekerja bersama-sama untuk mencapai suatu hasil yang didambakan. Katanya berasal dari gotong =bekerja, royong = bersama Bersama-sama dengan musyawarah, pantun, Pancasila,hukum adat, ketuhanan, dan kekeluargaan, gotong royong menjadi dasar Filsafat Indonesia seperti yang dikemukakan oleh M. Nasroen.

Semakin cepatnya pertumbuhan perekenomian dan pembangunan di DKI Jakarta sebagai kota Metro Politan dan sebagai ibu kota Negara Indonesia.  Banyak perubahan yang pundamental  terjadi terhadap budaya dalam masyarakat perkotaan. Dimana budaya luhur nenek moyang bangsa Indonesia yaitu budaya Gotong royong sudah semakin punah dan ditinggalkan banyak orang.

Budaya Gotong royong biasanya dilakukan pada hari minggu atau pada hari sabtu, dimana warga ada yang sudah libur dari pekerjaan, mereka bergotong royong membersihan jalan, got-got dan saluran air dari sampah disekitar lingkungan tempat mereka tinggal, baik dipemukiman luar komplek dan didalam komplek perumahan. Sebaliknya masyarakat yang menghuni apartemen-apartemen  budaya Gotong royong sudah sama sekali mereka tinggalkan.

Walaupun demikian budaya  Gotong royong tersebut masih terlihat  dilakukan oleh masyarakat di wilayah pinggiran kota DKI Jakarta. Biasanya budaya Gotong royong ini di lakukan dalam beberapa kegiatan dan acara yang terjadi diwilayah masyarakat, seperti acara pernikahan, adanya orang meninggal,  membangun rumah ibadah, membersihkan jalan, saluran air dan lain sebagainya. Namun saat ini budaya Gotong royong sudah ditinggalkan masyarakat perkotaan, telah terjadi pergeseran budaya  dimana masyarakat perkotaan sudah berubah dihinggapi budaya Individualismeyang merupakan satu filsafat yang memiliki pandangan moral, politik atau sosial yang menekankan kemerdekaan manusia serta kepentingan bertanggung jawab dan kebebasan sendiri. Seorang individualis akan melanjutkan percapaian dan kehendak pribadi. Mereka menentang intervensi dari masyarakat,negara dan setiap badan atau kelompok atas pilihan pribadi mereka.

Pergeseran budaya Gotong royong menjadi budaya Individualisme apakah akan kita biarkan terjadi..?Perubahan budaya demikian sangatlah membahayakan kehidupan berbangsa dan bertanah air Indonesia. Apabila bangsa kita tidak mempertahankan budaya luhur nenek moyang kita tersebut kemungkinan besar bangsa kita akan gampang di pecah belah oleh bangsa lain. Sebagai mana bangsa ini pernah dijajahan oleh bangsa Belanda.

Semoga budaya Gotong royong dapat kembali dilakukan dalam kehidupan masyarakat DKI Jakarta, dan pemerintah provinsi DKI Jakarta kembali mendorong masyarakatnya untuk melakukannya.



Budaya Masyarakat Transportasi Jakarta




Busway yang mulai beroperasi sejak 15 Januari 2004 silam sekilas justru menambah kemacetan lalu lintas karena secara otomatis lebar ruas jalan semakin berkurang. Namun penciptaan kemacetan baru bagi pengguna kendaraan pribadi ini justru disengaja untuk menggeser dan mengalihkan penggunaan moda transportasi pribadi ke moda transportasi umum. Janji Busway berupa pelayanan transportasi masal yang ramah, aman, dan nyaman telah menjadi daya tarik sekaligus daya dorong bagi pengembangan sektor transportasi massa yang pro-konsumen. Adanya busway bisa menjadi preseden yang baik dan menjadi contoh yang positif dalam pengembangan sektor transportasi massa secara lebih manusiawi.
Hal ini dipertegas dengan adanya beberapa keunggulan busway, yaitu:
Pertama, kenyamanan. Hal ini bisa dibuktikan dengan fakta-fakta berupa bus yang berkapasitas luas dengan kursi busa dan ber-AC, tersedianya kotak P3K, pintu hidrolik otomatis, hingga sistem headway per tiga menit yang menepis kekhawatiran akan ketidakpastian keberangkatan bus.
Kedua, keamanan. Adanya penempatan satgas di JPO, halte dan di dalam bus menjadi bukti adanya upaya pemerintah melalui BPTB memenuhi kebutuhan konsumen akan rasa aman dalam berkendara.
Ketiga, ketepatan waktu. Karena busway satu-satunya moda transportasi yang bebas macet dan bebas hambatan, maka hanya diperlukan sekitar 45 menit dari Blok M sampai ke Stasiun Kota.
Keempat, dalam pengembangan sektor transportasi massa, nilai investasi ekonomi untuk proyek busway terhitung paling murah dibanding monorel dan subway. Inilah yang menjadikan busway menjadi pilihan pertama dalam revolusi sistem transportasi massa di Jakarta yang rencananya bakal diikuti oleh kota lain semisal Yogyakarta.
Kesuksesan busway koridor I yang kemudian disusul dengan koridor II (Pulogadung – Harmoni) dan koridor III (Harmoni – Kalideres) menjadi awal yang baik bagi pengembangan sektor transportasi massa yang lebih berkualitas dan manusiawi di masa depan. Hal ini ditandai dengan tumbuhnya paradigma baru bagi stakeholder sektor transportasi massa. Paradigma baru disini disebabkan oleh adanya sistem shock therapy bagi pengemudi yang indisipliner dan nakal. Sistem sanksi yang tegas memaksa pramudi untuk selalu disiplin dan menaati peraturan serta etika berlalu lintas. Sedangkan sistem antri berperan mendorong terciptanya budaya tertib. Adanya mekanisme antri mulai dari pembelian tiket hingga memasuki bus menjadi harapan adanya pendidikan budaya santun dalam bertransportasi. Dengan kata lain, sisi positif yang diharapkan akan muncul adalah revolusi paradigma semua stakeholder sektor transportasi ini, mulai dari regulator atau pemerintah, operator, dan konsumen pengguna jasa transportasi hingga masyarakat umum.
Keberhasilan busway menciptakan kondisi layanan sektor transportasi massa setaraf dunia yang memuaskan konsumen seyogyanya menjadi model di moda transportasi lainnya. Dari sinilah perlunya inovasi busway culture yang perlu dikembangkan tidak hanya di sektor transportasi namun di sektor jasa lainnya, seperti kesehatan, pendidikan, pariwisata, dsb.
Keberadaan busway telah menghembuskan angin segar dalam menciptakan budaya baru bertransportasi di Jakarta sekaligus menjadi ikon pelayanan sektor transportasi yang memanusiawikan warga kota. Tidak hanya itu, keberadaannya juga menjadi bukti bahwa pelayanan publik yang memuaskan masyarakat pun bisa terwujud asalkan ada kemauan. Kedepan, inovasi busway culture ini tidak melulu diterapkan di sektor transportasi, namun juga perlu menjadi semangat untuk mengembangkan budaya baru dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik.

Minggu, 20 Januari 2013

Rokok di Kalangan Kawula Muda


Budaya merokok jaman sekarang sudah melekat pada anak-anak muda di Indonesia. Banyak dari anak SMA terlebih anak SMP, bahkan sampai ke anak SD pun sudah banyak yang merokok. Banyak berita di televisi yang melaporkan tentang anak balita pun  sudah banyak yang merokok. Saya sungguh prihatin akan keadaan ini. Mengapa orang tua bisa membiarkan anaknya merokok begitu saja. Bodoh sekali orang tua itu. Padahal merokok itu sangat berbahaya untuk kesehatan mereka apalagi bagi anak-anak kecil.



Rokok banyak mengandung zat-zat negative yang dapat merusak organ tubuh kita secara perlahan-lahan. Maka dari itu saya sangat khawatir terhadap pergaulan anak muda jaman sekarang yang sudah hancur, mereka tidak sama sekali memikirkan kesehatan mereka dan mereka hanya mementingkan kesenangannya saja.



Banyak anak muda sekarang dikalangan anak SMP dan SMA yang merokok hanya karena memikirkan gengsi di depan teman-temannya. Kata mereka “kalo gag ngerokok itu gag gaul”. Padahal mereka sendiri sudah tau tentang bahaya rokok yang mengandung zat-zat negative. Bahkan banyak anak perempuan yang sudah terjerumus terhadap rokok. Mereka merokok diluar rumah tanpa memikirkanorang tua mereka. Contohnya banyak siswa SMP dan SMA yang mulai berani merokok di lingkungan sekolahnya.

Saya sudah mulai khawatir terhadap pergaulan anak muda jaman sekarang yang sudah berani melakukan hal-hal yang dapat merugikan keadaan dirinya sendiri. Seharusnya smua orangtua sudah harus memperhatikan pergaulan anaknya dari sekarang. Dan dari pihak sekolah harus mengadakan seminar-seminar tentang bahaya merokok.