Senin, 21 Januari 2013

Budaya Masyarakat Transportasi Jakarta




Busway yang mulai beroperasi sejak 15 Januari 2004 silam sekilas justru menambah kemacetan lalu lintas karena secara otomatis lebar ruas jalan semakin berkurang. Namun penciptaan kemacetan baru bagi pengguna kendaraan pribadi ini justru disengaja untuk menggeser dan mengalihkan penggunaan moda transportasi pribadi ke moda transportasi umum. Janji Busway berupa pelayanan transportasi masal yang ramah, aman, dan nyaman telah menjadi daya tarik sekaligus daya dorong bagi pengembangan sektor transportasi massa yang pro-konsumen. Adanya busway bisa menjadi preseden yang baik dan menjadi contoh yang positif dalam pengembangan sektor transportasi massa secara lebih manusiawi.
Hal ini dipertegas dengan adanya beberapa keunggulan busway, yaitu:
Pertama, kenyamanan. Hal ini bisa dibuktikan dengan fakta-fakta berupa bus yang berkapasitas luas dengan kursi busa dan ber-AC, tersedianya kotak P3K, pintu hidrolik otomatis, hingga sistem headway per tiga menit yang menepis kekhawatiran akan ketidakpastian keberangkatan bus.
Kedua, keamanan. Adanya penempatan satgas di JPO, halte dan di dalam bus menjadi bukti adanya upaya pemerintah melalui BPTB memenuhi kebutuhan konsumen akan rasa aman dalam berkendara.
Ketiga, ketepatan waktu. Karena busway satu-satunya moda transportasi yang bebas macet dan bebas hambatan, maka hanya diperlukan sekitar 45 menit dari Blok M sampai ke Stasiun Kota.
Keempat, dalam pengembangan sektor transportasi massa, nilai investasi ekonomi untuk proyek busway terhitung paling murah dibanding monorel dan subway. Inilah yang menjadikan busway menjadi pilihan pertama dalam revolusi sistem transportasi massa di Jakarta yang rencananya bakal diikuti oleh kota lain semisal Yogyakarta.
Kesuksesan busway koridor I yang kemudian disusul dengan koridor II (Pulogadung – Harmoni) dan koridor III (Harmoni – Kalideres) menjadi awal yang baik bagi pengembangan sektor transportasi massa yang lebih berkualitas dan manusiawi di masa depan. Hal ini ditandai dengan tumbuhnya paradigma baru bagi stakeholder sektor transportasi massa. Paradigma baru disini disebabkan oleh adanya sistem shock therapy bagi pengemudi yang indisipliner dan nakal. Sistem sanksi yang tegas memaksa pramudi untuk selalu disiplin dan menaati peraturan serta etika berlalu lintas. Sedangkan sistem antri berperan mendorong terciptanya budaya tertib. Adanya mekanisme antri mulai dari pembelian tiket hingga memasuki bus menjadi harapan adanya pendidikan budaya santun dalam bertransportasi. Dengan kata lain, sisi positif yang diharapkan akan muncul adalah revolusi paradigma semua stakeholder sektor transportasi ini, mulai dari regulator atau pemerintah, operator, dan konsumen pengguna jasa transportasi hingga masyarakat umum.
Keberhasilan busway menciptakan kondisi layanan sektor transportasi massa setaraf dunia yang memuaskan konsumen seyogyanya menjadi model di moda transportasi lainnya. Dari sinilah perlunya inovasi busway culture yang perlu dikembangkan tidak hanya di sektor transportasi namun di sektor jasa lainnya, seperti kesehatan, pendidikan, pariwisata, dsb.
Keberadaan busway telah menghembuskan angin segar dalam menciptakan budaya baru bertransportasi di Jakarta sekaligus menjadi ikon pelayanan sektor transportasi yang memanusiawikan warga kota. Tidak hanya itu, keberadaannya juga menjadi bukti bahwa pelayanan publik yang memuaskan masyarakat pun bisa terwujud asalkan ada kemauan. Kedepan, inovasi busway culture ini tidak melulu diterapkan di sektor transportasi, namun juga perlu menjadi semangat untuk mengembangkan budaya baru dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar